ISTRIKU SERING MENANGIS
ISTRIKU SERING MENANGIS
Author: Siti_Rohmah21
Bab 1

ISTRIKU SERING MENANGIS

"Kamu semalam pulang ke rumah Ibu, Mas?" tanya Mayang saat aku pulang dari rumah ibu. Lelah rasanya baru saja tiba dan bersandar di kursi, tapi baru saja menepi sudah ditanyakan hal yang paling tak kusukai.

"Bisa gak sih, suami pulang bermalam dari rumah orang tua, tawarin minum dulu!" sentakku dengan nada tinggi. Mayang tampak kesal lalu pergi dengan menghentakkan kakinya kencang ke arah dapur. Astaga, istriku kerasukan setan apa sampai seperti itu?

Setelah beberapa detik dari dapur, ia muncul membawa segelas air putih. Lalu memberikannya padaku. Tanpa kata-kata ia pun bergegas lagi meninggalkanku. Aku pikir ia ingin menemani berduduk santai di sini.

"Dek, kamu mau ke mana? Ngambek?" tanyaku, tapi ia tetap pergi tanpa menoleh sedikitpun. Sepertinya ia sakit hati dengan bentakan tadi.

Lalu dengan segelas air putih yang kutenggak, aku menenangkan diri sendiri dengan menghela napas panjang. Namun, tiba-tiba ibu menghubungiku.

"Kamu sudah sampai rumah? Pasti istrimu marah-marah!" ucap ibu membuatku menelan ludah. Ternyata ibu tahu apa yang akan terjadi ketika aku bermalam di rumahnya tapi tidak memberikan kabar pada Mayang.

"Enggak, Bu. Mayang hanya ngambek. Nanti juga dia baik lagi!" sahutku memberikan pengertian pada ibu.

"Oh gitu, terima kasih ya uang 10 juta yang kamu kasih, semoga Mayang tidak marah kalau tahu kamu berikan Ibu uang segitu," ujar ibu. Aku melirik ke arah kamar dan dapur, khawatir Mayang mendengar percakapan kami berdua di telepon.

"Stttt ... Ibu diam-diam saja, aku takut Mayang dengar," bisikku. 

"Kalau bisa ditambah bulan depan jadi 15 juta gitu, Ardan! Kamu jangan pelit-pelit dengan Ibumu sendiri. Istrimu, nggak ngapa-ngapain dikasih duit juga!" celetuk ibu meminta tambahan uang. Padahal menurutku, 10 juta sebulan sudah banyak. Hanya untuk membeli sayuran dan buat pegangan ibu. 

"Iya, nanti aku tambah!" gumamku singkat, tak mau berdebat dengan ibu yang telah melahirkanku dan membesarkan hingga jadi orang. Apa pun yang ia pinta pasti kupenuhi, meskipun terkadang harus mengorbankan uang belanja Mayang.

"Ya sudah, besok Ibu mau ke rumah adikmu, Rayyan. Jadi, besok Ibu tidak antar masakan ke rumahmu ya, suruh Mayang masak yang enak," suruh ibu. Padahal aku kurang suka dengan masakan Mayang, makanya meminta ibu mengirim masakannya tiap hari.

"Iya, Bu. Hati-hati ya, semoga Rayyan juga memberikan uang 10 juta untuk Ibu," sindirku. Biarkan saja sesekali kuceletukan pada ibu, ingin tahu reaksinya saat anak kesayangan ibu disindir.

"Ardan, kamu tuh kakaknya, dan nasibmu lebih beruntung ketimbang Rayyan, jangan begitu!" tekan ibu yang masih saja membelanya.

"Ya sudah, Bu. Aku mau ke kamar dulu, ngerayu Mayang," sahutku mengakhiri pembicaraan. Telepon pun aku matikan.

***

"Sayang, jangan marah dong! Memang kenapa si kalau aku nginep di rumah Ibu tanpa izin?" tanyaku merayunya. Mayang masih diam membisu. Tak menghiraukan ucapanku. Apa uang yang kuberikan kurang ya? Kan ia nggak masak, dan anak kami juga masih berusia 2 tahun. Tiba-tiba saja ia pergi dengan mengenakan jaket. 

"Mau ke mana, Mayang?" tanyaku menyelidik tapi ia tak menjawab. Lalu aku ikuti langkah kakinya. Namun, sebelum mengikuti Mayang, aku cek anakku, Arya, ia sedang tertidur pulas.

"Mau ke mana? Mayang, kamu ngambek?" tanyaku penasaran. Ia melajukan motornya, aku pun bingung mengejarnya dengan apa? Motor hanya ada satu, ada mobil tapi kekejar nggak ya?

Kemudian, aku putuskan kejar dengan menggunakan mobil saja. Entahlah, terkejar atau tidak, yang terpenting aku berusaha untuk mengejarnya saja dulu.

Mayang berjalan menuju arah pangkalan, dan ia duduk di tempat yang banyak para ojek online menunggu penumpang. Kemudian, ia balik jaket kulit yang ia kenakan tadi, ternyata jaket ojek online. Astaga, istriku ngojek? Untuk apa?

Aku perhatikan ia dari kejauhan, dan setelah mendapatkan penumpang kuikuti ia sampai tiba di tempat tujuan. Mayang mengambil uang yang ia terima, kemudian ia kecup uang itu. Kulihat air matanya pun menetes kala ia menerima uang yang ia terima.

Tidak ku sangka, istriku, Mayang Indriani, menjadi tukang ojek. Padahal, aku sudah memberikan uang untuknya agar ia dapat menggunakannya untuk segala keperluannya. Dengan dada yang sudah mulai sesak, aku segera pulang ke rumah. Untuk menanyakan hal ini pada pengasuh di rumah.

Setelah sampai, aku tak menyia-nyiakan waktu. Tanpa basa-basi langsung kutanyakan tentang ini pada Mbok Ani.

"Mbok, apa Bu Mayang tiap pagi pergi ke luar rumah?" tanyaku menyelidik. Ini kali pertamanya aku ada di rumah pagi hari, karena kebetulan sedang cuti kerja.

"Anu, Pak, iya, Bu Mayang pergi naik motor tiap pagi hingga siang hari," jawabnya.

"Loh, kok aku nggak pernah tahu? Sejak kapan Mbok?" tanyaku dengan mata menyipit.

"Sejak ... sejak ... itu Pak, sejak Ibu melahirkan Caesar," sahut Mbok Ani. Berati sudah hampir 2 tahun istriku begini? Kenapa aku tak menyadari hal ini? Kenapa juga Mbok Ani tidak mengadukan hal ini kepadaku?

"Mbok, ada yang aneh lagi nggak selain Ibu sering keluar dari rumah dengan menggunakan jaket?" tanyaku penasaran.

"Ada, Pak. Ibu sering menangis kalau lagi nyusuin Arya," sahutnya membuatku terbelalak.

________💚💚💚_______

Next Chapter

Related Chapters

Latest Chapter