Bagian 5
Author: Dewi Mega
last update2022-02-08 07:45:27

 

 

"Tidak akan ada perceraian!" jawab Alan tenang seraya berhasil membuka gesper.

 

"Egois!" jawab Rima.

 

"Kamu pikir berpisah semudah itu?"

 

"Kamu pikir semuanya akan lebih mudah ketika hidup bersama dengan orang yang tidak mencintai kita. Bayangkan, tiga tahun kamu bergumul dengan kebohongan, Mas! Apa kamu pikir aku tidak sakit?"

 

Alan diam, jauh di lubuk hatinya ada sebuah perasaan bersalah, tapi ia tidak bisa mengungkapkan segala apa yang ia rasakan saat ini.

 

Setelah tidak ada jawaban dari Alan, dengan kecewa Rima pergi meninggalkan suaminya itu. Tapi ia tidak masuk ke dalam kamarnya, melainkan kamar lain yang selama ini untuk tamu.

 

"Kamarmu di sini Rima!" ujar Alan seraya memegang tangan istrinya dan menunjuk kamar mereka.

 

"Mulai malam ini aku tidak ingin satu kamar denganmu, rasanya aneh berada satu ranjang dengan pria asing."

 

"Aku suamimu."

 

"Secara status iya. Tapi hatimu bukan."

 

Rima melepaskan pegangan tangannya kemudian masuk ke dalam kamar dan langsung mengunci pintu. Sementara Alan mematung menatap istrinya berlalu.

 

Di tempat lain, Gayatri sedang duduk sendiri menyandarkan tubuhnya pada dipan. Ia tinggal di apartemen yang tidak jauh dari kantor, hidup mandiri dan nyaris tidak memiliki pergaulan selain Rima.

 

Sejak dulu, sejak ia ditarik oleh keluarga Rima, ia tidak diizinkan dekat dengan siapapun, bahkan ketika mereka sekolah, Rima pun selalu marah ketika ia mendapat teman baru, jadi kemanapun Rima harus ditemani dirinya.

 

Sempat ada perasaan lelah di hati Gayatri, tapi ia menyayangi Rima seperti saudaranya sendiri.

 

Sebelum akhirnya Alan menikah dengan Rima, Gayatri dipanggil oleh kedua orang tua angkatnya itu, ia disidang semalaman dengan kata-kata yang cukup sakit.

 

"Saya tidak mau tahu, kamu harus ngalah untuk Rima. Saya tidak ingin anak saya patah hati. Kurang apa kami padamu, bahkan kami tidak pernah membedakan apa pun yang diberikan pada Rima," ucap Ibu Rima.

 

"Saya mencintainya, Bu," jawab Gayatri.

 

"Halah ... kamu bisa cari yang lain. Rima itu sakit-sakitan sejak kecil, saya tidak mau lihat dia sakit karena patah hati, jadi tolong mengalah!"

 

Sebagai manusia biasa ada sakit di hati Gayatri ketika apa yang sudah diberikan menjadi bahan ungkitan, tapi ucapan ibu Rima benar, semua yang sudah diberikan tidak bisa terbalas, mungkin hanya dengan mengorbankan perasaan kecilnya untuk membalas.

 

[Aku oke!] 

 

Gayatri melihat ponselnya, sebuah jawaban singkat dari Rima datang. Ia tak bisa begitu saja tidak peduli. Bahkan hingga saat ini ia masih berusaha terlihat baik-baik saja, ceria dan merasakan sakit sendiri ketika Alan yang masih dicintainya begitu mementingkan Rima.

 

Ada sejumput rasa tidak nyaman ketika Alan mengungkapkan perasaannya, ingin sekali saja egois dan membalas cinta itu, tapi rasanya Gayatri tidak sanggup. Ia pun beranjak,  pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri.

 

Keluar dari kamar mandi, ponsel Gayatri berdering, sebuah panggilan dari Alan.

 

"Hallo," jawab Gayatri.

 

"Ay, maaf aku ganggu malam-malam begini. Laporan tadi sudah kamu kirim ke email belum."

 

"Sudah, Mas."

 

"Gak ada. Bisa kamu kirim ulang? Mau ku kerjakan malam ini."

 

"Baik."

 

"Kamu baik-baik saja?"

 

"Aku oke."

 

"Kamu terdengar lemas."

 

"Mungkin karena baru pulang saja," jawab Gayatri.

 

"Jaga kesehatan, jangan terlalu lelah! Kamu masih sering mimisan."

 

"Iya, Mas!"

 

Rima yang hendak masuk ke dalam kamar tak sengaja mendengar percakapan terakhir suaminya itu. Ia yakin bila yang ditelepon adalah Gayatri. Sebuah rasa sakit sudah tak bisa diungkapkan, tapi ia memilih untuk diam sekarang. Membalas dengan elegan baik untuk Alan atau pun Gayatri.

 

Sementara Alan termangu ketika panggilan telepon ditutup dan ia melihat Rima sedang mematung di ambang pintu. Raut wajah Alan seketika memucat.

Continue to read this book for free
Scan the code to download the app

Latest Chapter

  • End

    Galih menemani setiap masa tersulit Rima, begitu juga dengan Rima. Pernikahan mereka saat ini sudah memasuki usia sepuluh tahun, tidak terasa. Banyak hal yang sudah dilewati dengan baik."Selamat hari pernikahan yang ke sepuluh!" Rima memeluk Galih dari belakang, suaminya itu sedang bersiap menuju rumah sakit. Galih membalikkan badan, ia kecup kening Rima dengan penuh cinta, semuanya masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah. "Semoga kita bisa lebih panjang lagi menikmati waktu berdua!""Tidak hanya berdua, aku ingin bertiga atau berempat," ucap Rima.Galih terdiam, ia tahu maksud istrinya, tapi kemudian dipatahkan oleh kenyataan pahit sebuah takdir yang tidak bisa diubah."Aku tetap bisa menjadi ibu meski tidak melahirkan, iya kan?" ucap Rima.Suaminya itu mengangguk pelan. "Kamu mau kita mengadopsi anak?""Iya! Kamu gimana?" tanya Rima."Aku ikut semua hal yang membuat kamu bahagia!""Tapi kamu happy?""Tentu."Rima tersenyum, ia sudah menimang semuanya beberapa waktu ini, tida

  • Bagian 53

    "Ayo, Dok! Satu suap saja!" ujar dokter muda bernama Hani."Tidak, biar saya makan sendiri saja!" jawab Galih."Ayolah, Dok! Semua sudah, tinggal dokter saja, nih!" ucap Hani mendekatkan tangan yang sedang memegang sepotong kue ke mulut Galih."Saya menganggap semua yang ada di sini itu keluarga, apalagi aku hidup sendirian semenjak kecil, jadi momen ini aku ingin merasakan kehangatan keluarga, aku suapi, ya!" ucap Hani. Sosoknya memang ceria dan dekat dengan siapapun, ia mudah bergaul dan mengambil hati banyak orang, termasuk semua yang saat ini ada di sini, hanya Galih yang bersikap biasa saja, ia memang dikenal sedikit tertutup dan membatasi diri."Sekali saja ya, dok!" Hani merajuk, merasa tidak enak dan tidak tega, Galih pun akhirnya menerima suapan itu dengan perasaan berdosa pada Rima. Hingga akhirnya, pintu terbuka tepat ketika Hani menyuapinya.Seketika ruangan hening melihat kedatangan Rima, begitu juga Galih yang langsung salah tingkah, ia takut bila istrinya akan berpikir

  • Bagian 52

    Selepas berdoa, Rima dan Galih beranjak dari tempat peristirahatan terakhir Gayatri. Keduanya memutuskan untuk singgah sejenak di kota ini dan menyewa sebuah penginapan sambil menikmati indahnya kebun teh di akhir pekan."Syahra memberi kabar padamu?" tanya Galih ketika keduanya berapa dalam perjalanan menuju hotel.Rima menganggukkan kepalanya dan melihat ke arah Galih. "Memangnya ada apa?""Tidak! Kemarin aku melihat statusnya hitam gitu, ku pikir sedang ada masalah dan siapa tahu kalian saling bertukar kabar.""Syahra tidak pernah bercerita apa pun, dia itu orang yang paling menutupi semua bentuk masalah. Sholehah banget sih, sebagaimana kekurangan suami, dia gak akan mengumbar apa pun itu yang sifatnya buruk."Galih mengangguk setuju dengan yang diucapkan Rima. Kenyataannya Syahra memang seperti itu. Sepanjang perjalanan menuju penginapan disuguhi pemandangan indah, hamparan luas kebun teh yang hijau, sejauh mata memandang membuat kesejukan yang tidak terkira, menyusup sampai ke

  • Bagian 51

    Galih memegang tangan sang istri. "Kalau memang kita ditakdirkan untuk tidak memiliki keturunan di dunia, pasti Allah menjanjikan nikmat di surga. Pernikahan kita untuk berjalan ke sana buka? Jangan khawatir tentang semua yang sifatnya sudah menjadi hal preogratif Allah. Kita bisa menjadi orang tua untuk seribu anak.Rima terdiam, ia menghela napas panjang. Matanya kini mulai menghangat, tentang anak ini memang seringkali membuatnya khawatir dan cemas, terkadang ia takut bila akan tua sendirian, ia takut pada hal yang sebetulnya belum terjadi."Aku merasa tidak berguna, beberapa waktu ini pikiranku kacau, semua ini sangat sulit.""Kita bisa melewati ini, Rima. Kita akan tetap bahagia. Jadikan Allah sebagai pusat bertumpu dalam segala hal, maka lambat laun semua kecemasan akan hilang."Rima menundukkan wajah, tangannya berpegang erat pada Galih. Satu tetes air mata turun."Dengan segala ujian ini, kamu adalah makhluk spesial yang dipilihNya," ucap Galih lagi.Istrinya itu mengangguk pe

  • Bagian 50

    Rima terdiam dan menatap Galih dengan nanar. Sejenak hening mengisi ruangan inI. Jantung Rima berdegup kencang dengan irama yang tidak menentu, ia seperti bisa membaca situasi yang terjadi. Disingkap pakaian yang ia kenakan, kemudian ia lihat bekas luka jahitan yang terlihat mengering."Apa sudah tidak ada rahimku di sana?" ucap Rima menunjuk perutnya.Galih membuang napas kasar, ia membawa langkahnya mendekat pada sang istri. Meski pijakan kakinya seperti sedang tak menapak."Jawab Galih!" Teriak Rima ketika suaminya hendak meraih tangannya. Tak terasa derai tangis turun. "Kita akan bahagia tanpa anak, Rima!"Tersentak Rima, ini adalah kehancuran kesekian kali yang akhirnya harus ia dengar dan ia rasakan. Bahkan selama 31 tahun hidupnya, ia sama sekali belum pernah merasakan kehamilan, tapi ternyata takdir berkehendak bila bagian penting bagi seorang wanita harus terangkat.Setelah itu ia jatuh terkulai, menangis sejadi-jadinya. Menerima takdir adalah hal yang tak mudah.Galih memel

  • Bagian 49

    "Aku harus mendapat tindakan, ya?" tanya Rima ketika menerima hasil yang Galih bawa."Hanya tindakan kecil, setelah itu gak apa-apa, kita bisa mulai programa hamil. Kita akan berbulan madu ke tempat yang kamu inginkan," ucap Galih."Kata orang, kalau punya kista suka susah hamil.""Kamu kan punya dua tangan untuk menutup telingamu, jadi dengarkan aku saja, jangan yang lain."Rima mengerucutkan bibir sambil memegang kertas, ada sejumput rasa khawatir, mengingat usianya pun tak lagi muda, sudah 30 tahun lebih. Galih mendekat, merasakan ketidaksenangan istrinya, ia peluk Rima dengan hangat dan membesarkan hatinya."Jangan takut dan khawatir, percayalah semua akan baik-baik saja."Rima membalas pelukannya, setelah berkali-kali mereka batal untuk menikmati waktu berduaan, dua hari ke depan Galih mengambil cuti. Mereka memilih untuk menghabiskan waktu berdua di rumah."Mau tidur di hotel?""Tidak usah, di rumah saja. Aku tidak ada mood pergi kemana-mana, di sini saja sudah nyaman."Galih me

More Chapter
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on MegaNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
Scan code to read on App