Hampir dua minggu aku bekerja di rumah ini. Sedikit demi sedikit aku mengerti tentang sifat Tuan Kusuma dan Nona Amelia.
Aku merubah sedikit penataan rumah sehingga terkesan asri dan lebih nyaman, tentunya dengan seijin Tuan Kusuma. Dia membebaskanku untuk mengatur apa yang aku mau.
Yang aku rombak di bagian dalam rumah dulu. Di depan pintu rumah, di bagian dalam, aku menaruh meja tinggi sebagai foyer yang di atasnya ada pot besar dengan dedaunan hijau dan bunga sedap malam. Jadi ketika masuk rumah, langsung disuguhi pemandangan daun hijau dan bau wangi bunga. Harapannya, masuk rumah langsung hilang aura negatif dari luar.
Di ruang bagian dalam, aku juga meletakkan beberapa bunga hidup di beberapa titik yang aku ambil dari taman belakang. Kesan segar dan nyaman. Dalam hal ini, Pak Maman dan Pak Satpam yang membantuku.
Ruang kerja Tuan Kusuma juga aku beri sentuhan sedikit. Setiap hari aku rangkai bunga pisang kecil berwarna kuning yang tumbih banyak di taman belakang. Aksen warna kuning dan hijau bisa mengurai pikiran yang kusut. Cocok untuk di ruangan ini.
File-file aku rapikan tanpa merubah susunan awal. Kawatirnya, ketika Tuan Kusuma mencari sesuatu malah bingung. Ada beberapa rak di sana. Koleksi bukunya banyak, bermacam buku ada. Ternyata Tuan Kusuma hobi membaca buku. Ada buku yang dulu aku pernah membacanya.
Dunia Sofie judulnya, karya Jostein Gaarder.
Buku tentang filsafat. Bagus banget. Walaupun tentang filsafat, tetapi penyampaiannya ringan dan mufah dimengerti. Buku ini sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, tetapi yang ini dalam Bahasa Inggris. Ini lebih bagus. Kadang-kadang terjemahan merubah penangkapan, walaupun sedikit. Aku ingin membacanya lagi, untuk vitamin otak yang sudah lama beku karena masalah keseharian.
"Can you speak english?"
Kaget aku! Aku membalikkan badan ke arah suara itu. Ternyata Tuan Kusuma.
"Bisa, Pak. Sedikit. Maaf, tadi saya rapikan buku-buku dan melihat ini," jelasku. Segera aku meletakkan kembali buku Dunia Shopie dan menutup pintu kaca rak.
"Pernah baca buku itu?" tanya Tuan Kusuma, sambil mendekatiku. Aroma parfumnya menyeruak lembut. Tiba-tiba aku terdiam dan hanya mampu menjawab dengan anggukan.
Dia buka kembali pintu rak dan diambilnya buku yang tadi. Diulurkannya tangan ke rak bagian atas. Entah, kenapa hangat tubuhnya membuat kulitku meremang? Segera aku menjauh darinya. Aku harus menjaga jarak.
"Ini, kau bawa aja bukunya. Ada beberapa buku dengan pencipta yang sama. Mungkin kamu suka. Kalau ada yang lain, ambil saja!" jelasnya sambil menyerahkan buku itu kepadaku.
"Terima kasih, Pak. Saya permisi!" pamitku, dan segera aku berbalik menuju pintu keluar.
"Rani!"
"Iya, Pak?" Panggilannya, menghentikan langkahku.
"Terima kasih. Rumahnya jadi nyaman," ucapnya sambil tersenyum.
Aku anggukkan kepala dan pergi, tidak baik aku berlama berdua dengannya. Tidak nyaman.
*
"Tante! Aku cari di kamar tidak ada, ternyata di sini. Ayook, temenin aku," rengeknya manja. Belum aku jawab, langsung ditariknya tangan ini ke dalam kamarnya.
Kamarnya berantakan sekali. Banyak baju yang digelar di tempat tidur."Kamu lagi apa, Sayang?"
"Besuk mau lari pagi. Mumpung hari minggu. Pakai baju yang mana, ya?" katanya bingung. Aku terkekeh melihat tingkahnya. Mau memilih baju saja, seperti mikir negara. Dasar ABG-anak baru gede.
"Sekarang cuacanya dingin. Pakai baju ini saja yang agak tebel!" kataku. Baju biru muda bergaris dan celana biru tua.
"Oh iya. Bagus, Tante! Besuk pagi temenin, ya. Putar-putar di komplek saja."
Aku membantu dia membereskan baju yang berserakan.
Pada laptopnya menayangkan video K-Pop, lagu NCT terbaru, 90's Love. Jadi ingat Wisnu, dia juga penggemar NCT. Kalau di rumah dulu, sepanjang hari layar komputer terpampang video lagu mereka. Bahkan ketika mengerjakan tugas, videonya dikecilkan jadi masih terlihat. Bagaimana bisa konsentrasi? pikirku. Katanya, menambah semangat. Anak-anak sekarang ada-ada saja.
"Amel, suka NCT?"
Dia seperti kaget dan menoleh ke arahku."Tante tahu NCT?" Dia mendekatiku dengan memasang wajah heran. Mungkin dia berpikir, emak-emak kok tahu grup brondong Korea?
"Tahulah. Tante sering dengar lagunya karena anak Tante suka banget. Setiap hari diputar. Sampai hafal!" jelasku.
Aku sudah terikut terkontaminasi virus K-Pop terutama NCT. Ini dikarenakan Wisnu, setiap pagi selalu nge-dance mengikuti video latihan mereka. Sekalian olah raga katanya. Bagaimana otak kecilku tidak merekam video mereka?
Diwaktu senggang, anakku itu menceritakan tentang mereka. Dari kesukaannya apa, bahkan arti lirik lagupun dia diskusikan denganku. Dia suka sekali dengan Taeyong dan Ten.
"Oya! Aku suka sama Lukas. Kalau Tante suka siapa?" kata Amel menunjuk layar laptop."Tante, suka Doyong. Suaranya bagus!"
"Aku seneng sekali! Akhirnya Amel ada temen nonton NCT. Tante tidur sini, ya. Kita nonton bareng," rajuknya sambil memelukku.
Duh!
Keracunan lagi, aku.Keracunan NCT.***

Latest Chapter
Extra Part
POV Nyonya Besar "Jeng Sastro, bajuku gimana? Ini kok kayaknya miring, ya? Aku kok tidak pede." Ibunya Rani itu menoleh dan tersenyum, kemudian menunjukkan jempol tangannya. "Sudah bagus." Huft! Ibu dan anak memang sama, selalu santai kalau masalah penampilan. Aku kan harus perfekto dalam segala hal. La kalau difoto wartawan, terus dicetak sejuta exsemplar terus bajuku miring, saksakan rambutku mencong, kan tidak asyik. Aku melambaikan tangan ke Anita, memberi kode untuk membawa cermin ke kecil ke arahku. Dia ini memang sekretarisku yang jempolan. Sigap di segala suasana. Dia mendekat, kemudian menghadap ke arahku dengan cermin diletakkan di perutnya. Ini triknya, supaya orang lain tidak melihat aku lagi cek penampilan. Sekarang itu banyak nitizen yang usil. Orang ngupil difoto, bibirnya lagi mencong dijepret, terus diviralkan dan itu justru membanggakan. Menggumbar aib orang. Zaman sekarang itu konsep pikiran orang kok melenceng jauh, ya. "Sudah cetar?" tanyaku memastikan yan
Bab 616. Ending
Acara sudah tiba. Memang sangaja kami mengambil waktu pagi hari. Selain ini menyegarkan, ini juga tidak mengganggu kedua balitaku. Denish dan Anind. Pagi-pagi team perias sudah sampai. Satu persatu kami dirias, terlebih aku dikhususkan. “Jangan berlebihan make-upnya. Saya ingin natural dan terlihat segar.” “Siap, Nyonya Rani.” Claudia sibuk sana-sini memastikan team yang dia bawa bekerja dengan benar. Dia juga menfokuskan kepada diriku. “Artisnya sekarang ya Bu Rani dan Tuan Kusuma. Jadi harus maksimal,” ucapnya sambil membenahi gaun yang aku pakai. Gaun yang aku gunakan terlihat elegan. Berwarna putih tulang dengan aksen rajutan woll yang menunjukkan kehangatan. Yang membuatku puas, dia menyelipkan permata berkilau di sela-sela rajutan. Ini yang membuat terlihat mewah. Aku mengenakan kerudung warna hitam, dengan aksen senada di bagaian belakang. Keseluruhan, aku sangat puas. Jangan ditanya Mas Suma penampilannya seperti apa, dia seperti pangeran yang baru keluar dari istana. Ku
Bab 615. Anak-Anak
Ingin aku mengabaikan apa isi kepalaku, tetapi bisikan-bisikan semakin riuh di kedua telinga ini. Kecurigaan mencuat begitu saja. Bisa saja mereka ada hubungan kembali. Cinta bersemi kembali dengan mantan. Cerita itu sering ada di sekitar kita. Semakin aku memusatkan pikiran untuk tidur, semakin nyaring tuduhan gila yang berjubal di kepala ini. Huft! Aku duduk tegak dan beranjak untuk minum air putih. Mungkin dengan ini, bisa membuatku tenang. Tapi, aku tetap gelisah. Daripada penasaran, lebih baik aku mengintip ada yang dilakukan Mas Suma di ruangan sebelah. Dengan berjingkat, aku keluar dari pintu belakang dan menuju ruang baca. Lamat-lamat terdengar suara Mas Suma. Sip! Dia load speaker. Suara teman dia bicara terdengar juga. Jadi aku bisa tahu apa yang dikatakan Dewi. Tunggu sebentar! Kenapa suaranya bukan perempuan? Tetapi terdengar seperti laki-laki. “Aku tidak mau tahu. Kamu harus melakukan itu untukku,” ucap Mas Suma. Kemudian terdengar suara lelaki satunya. “Tapi, Tu
Bab 614. Pesan Menyebalkan
Bab 615.Aku bingung. Sungguh-sungguh bingung. Di depanku terhampar pilihan kain yang cantik-cantik. Dari pilihan bahan sampai pilihan warna. Mana yang aku pilih?“Ini untuk tahun ke berapa, Bu Rani?” tanya Claudia“Baru ke tujuh. Sebenarnya saya juga belum ingin merayakan. Tapi tahu kan, kalau Tuan Kusuma mempunyai niat?” Wanita cantik tersenyum sambil mengangguk. Dia pasti lebih mengerti bangaimana keluarga Adijaya sebenarnya. Termasuk Nyonya Besar.Pertanyaan Claudia memantik ide di kepalaku. Woll itu kan berwarna putih, jadi …. Sip!“Aku pilih warna putih. Nuansa putih yang dipadukan dengan bahan woll,” ucapku dengan mata menjelajah. Claudia bergerak sigap. Dia menyingkirkan semua selain berwarna putih. Ini membuatku mudah.Tangan Claudia mulai bergerak lincah menggambar apa yang aku inginkan. Bukan keinginan bentuknya, tetapi keinginanku pada pernikahan ini. Yang membuatku suka, dia merancang baju dengan filosofi di dalamnya. Semua ada artinya.“Keluarga besar menggunakan pilihan
Bab 613. Persiapan
“Berhasil?” tanya Maharani menyambutku.“Desi?”“Iya.”“Sangat-sangat berhasil. Dia juga titip salam untuk dirimu yang sudah memberikan ide ini,” ucapku sambil merangkul istriku.Kami masuk ke dalam rumah yang terasa lengang. Rima sudah kembali, begitu juga Amelia kembali ke apartemennya.“Anind dan Denish?”“Sudah tidur. Ini sudah malam,” ucapnya sambil menunjuk jam dinding yang menunjuk angka sembilan.“Wisnu masih lembur?”“Iya. Biarkan dia lagi semangat-semangatnya,” ucap Maharani melangkah mengikutiku.Aku langsung ke kamar mandi. Membersihkan badan dengan menggunakan air hangat. Badanku segar kembali.“Wisnu sudah mendatangkan teman-temannya. Jadi dia tidak merasa muda sendiri. Tapi Wisnu cepet adaptasi, lo. Aku juga memberikan team yang terbaik. Siapa nama teman-temannya? Aku kok tidak ingat. Padahal aku belum terlalu tua.”Ucapanku memantik tawa Maharani. Dia menyodorkan piayama tidur untuk aku kenakan.“Mereka itu teman-teman dekatnya Wisnu. Ada Lisa yang diletakkan di admini
Bab 612. Desi Pegawai Teladan
Orang single tidak akan mati karena jomlo, tetapi banyak orang tersiksa karena hidup dengan orang yang salah. Itu yang dikatakan Tiok kepadaku. Dia sudah menentukan pilihan, dan aku tidak akan mempertanyakannya lagi. Katanya, surat cerai dalam masa pengurusan dan tinggal menunggu surat resmi dari pengadilan agama. Sekarang, permasalahan Tiok sudah selesai. Dia tinggal pemulihan saja.****Rezeki itu tidak melulu berupa materi. Adanya keluarga, itu rezeki. Begitu juga sahabat yang kita miliki. Ada lagi yang aku syukuri tidak henti-henti, karyawan yang setia. Seperti Desi, pegawai teladan.“Desi. Berapa lama kamu kerja di sini?”Aku bertanya saat dia memberiku setumpuk laporan yang harus aku tanda tangani. Dia sudah memilahnya. Ada yang tinggal tanda tangan, ada yang harus aku periksa dulu, dan ada yang urgent. Cara kerjanya bagus, membuat pekerjaanku semakin mudah. Aku seperti orang lumpuh kalau sekretarisku ini tidak masuk.Dia tersenyum.“Dari mulai fresh graduate sampai sekarang.”
